Antropologi kognitif
Antropologi kognitif adalah cabang dari ilmu antropologi yang mengkaji interaksi antara kebudayaan dan proses kognitif. Antropologi kognitif merupakan bagian dari antropologi budaya, tepatnya adalah percampuran antara antropologi budaya dan antropologi linguistik (bahasa). Antropologi kognitif mempelajari bagaimana masyarakat dari kelompok yang berbeda memiliki pengetahuan tentang dunia di sekitarnya, serta bersikap dan bertindak baik secara sadar maupun bawah sadar. Bidang ilmu yang terlibat dalam kajian antropologi kognitif adalah ilmu kognitif (khususnya psikologi eksperimental dan psikologi kognitif), ilmu sejarah, etnografi, arkeologi, linguistik, musikologi, dan bidang lain yang mengkaji bentuk-bentuk budaya.[1]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Antropologi kognitif muncul sebagai bagian dari upaya untuk memahami hubungan antara bahasa dan pemikiran. Dimulai pada tahun 1950-an, saat para ahli antropologi linguistik di Amerika Utara mempelopori upaya untuk mempelajari kognisi dalam konteks budaya.[2]
Antropologi kognitif menjadi paradigma antropologi saat ini, dengan berkembangnya paradigma baru mengenai etnografi atau etnosains.[3]
Ruang lingkup
[sunting | sunting sumber]Antropologi kognitif mempelajari berbagai domain termasuk etnotaksonomi, interaksi antara bahasa dan pemikiran, serta model kebudayaan.[1]
Dari sudut pandang linguistik, antropologi kognitif menggunakan bahasa sebagai pintu untuk mempelajari kognisi. Tujuan umumnya adalah mengkaji bahasa untuk menemukan kesamaan dalam budaya yang berbeda dan untuk memahami cara orang memandang dunia. Studi linguistik pada antropologi kognitif dapat dibagi menjadi tiga subbidang: semantik, sintaksis, dan pragmatik.[4]
Antropologi kognitif memiliki dua kategori, yaitu pemikiran dalam masyarakat/budaya dan bahasa. Pemikiran berkaitan dengan proses dan hasil berpikir. Dalam mengkaji proses berpikir suatu masyarakat, digunakan tinjauan budaya. Dipercaya bahwa kebudayaan merupakan unsur penting dalam proses belajar, mencipta, memahami, dan mewujudkan suatu bentuk kerja kolektif.[4]
Antropologi kognitif memandang bahasa sebagai sumber yang penting untuk menganalisis proses berpikir. Antropologi kognitif menganalisis pandangan budaya dengan leksikon sebagai sumber data yang utama, serta menelitinya untuk mendefinisikan keyakinan, pemahaman implisit, dan sistem pengkategorian.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b D'Andrade, Roy (1995). The Development of Cognitive Anthropology. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 9781139166645.
- ^ Blount, B. G. (2011-04). Kronenfeld, David B.; Bennardo, Giovanni; de Munck, Victor C.; Fischer, Michael D., ed. A History of Cognitive Anthropology (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-1). Wiley. hlm. 9–29. doi:10.1002/9781444394931.ch1. ISBN 978-1-4051-8778-7.
- ^ Levinson, Stephen C. (2009). Cognitive Anthropology. John Benjamins Publishing. ISBN 9789027207791.
- ^ a b c Strauss, C. (2006). Cognitive Anthropology (dalam bahasa Inggris). Elsevier. hlm. 529–532. doi:10.1016/b0-08-044854-2/03016-9. ISBN 978-0-08-044854-1.
Bahan bacaan
[sunting | sunting sumber]- Beller, S., Bender, A. and Medin, D.L. (2012), Should Anthropology Be Part of Cognitive Science? Topics in Cognitive Science, 4: 342-353. https://doi.org/10.1111/j.1756-8765.2012.01196.x
- Edwardes, Martin P.J., 2019. The Origin of Self: An Anthropological Perspective. Book collections on Project MUSE. UCL Press. ISBN: 9781787356306
- Wassmann, J., Bender, A., 2015. Cognitive Anthropology. In: James D. Wright (editor-in-chief), International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences, 2nd edition, Vol 4. Oxford: Elsevier. pp. 16–22. ISBN: 9780080970868